Benang yang Tak Lagi Kusut
Wednesday, August 29, 2012
Semakin kamu dewasa, semakin kamu menyadari banyak hal yang tak pernah
kamu bisa mengerti sebelumnya. Entahlah. Apa karena otak kita jauh lebih
besar? Apa karena kita telah menghadapi lebih banyak orang? Apa karena
kita telah menempuh pendidikan yang lebih tinggi? Apa karena kita telah
mengalami banyak hal?
Itulah mengapa mereka bilang yang polos itu anak kecil, bukan orang dewasa. Kita tumbuh, kita bersosialisasi, mengembangkan banyak hal, bertemu banyak orang, menemui banyak kejadian. Kita menjadi jiwa-jiwa yang tak utuh lagi selama proses tersebut. Menemui, menghadapi, dan mengenal banyak hal tak jarang ikut mencabik-cabik pribadi diri kita.
Sakit. Itu yang gue rasakan sekarang dan gue nggak ngerti bakal sesakit apalagi ini semua bisa terjadi. Kalau celaan, hinaan, dan perendahan diri ini bisa ditukar uang aku mungkin kaya sekarang.
Bumi ini jahat. Hidup ini tak adil. Semua yang ada di permukaan bumi ini menyerukan kejahatan dan kesakitan. Bolehkan aku menangis untuk malam ini? Menangis sampai dadaku sesak. Sampai mataku bengkak. Sampai aku tertidur.
Tuhan, tolong aku.
Tapi aku malu. Kapan aku bisa menjadi orang-orang itu, yang jauh lebih menderita dariku tetapi bisa tetap menjadi besar hati. Menerima semua celaan dan hinaan dengan senyuman, tanpa menyimpan dendam dan amarah. Kapan aku bisa seperti itu? Yang justru mendoakan orang-orang yang mencelaku.
"Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia". Firman-Mu yang senantiasa meneguhkan aku. Tapi aku tetap belum mampu menjadi orang yang penuh sukacita, Tuhan.
Apakah bumi ini begitu penuh dengan orang-orang jahat itu? Orang-orang munafik? Hingga rasanya aku tak mampu lagi menemukan orang-orang berhati baik yang aku ingat sekali sering kutemui saat aku masih lebih muda. Kemana perginya orang-orang itu?
Ataukah aku yang telah berubah menjadi terlalu jahat sehingga ini semua adalah harga yang harus aku bayar?
Itulah mengapa mereka bilang yang polos itu anak kecil, bukan orang dewasa. Kita tumbuh, kita bersosialisasi, mengembangkan banyak hal, bertemu banyak orang, menemui banyak kejadian. Kita menjadi jiwa-jiwa yang tak utuh lagi selama proses tersebut. Menemui, menghadapi, dan mengenal banyak hal tak jarang ikut mencabik-cabik pribadi diri kita.
Sakit. Itu yang gue rasakan sekarang dan gue nggak ngerti bakal sesakit apalagi ini semua bisa terjadi. Kalau celaan, hinaan, dan perendahan diri ini bisa ditukar uang aku mungkin kaya sekarang.
Bumi ini jahat. Hidup ini tak adil. Semua yang ada di permukaan bumi ini menyerukan kejahatan dan kesakitan. Bolehkan aku menangis untuk malam ini? Menangis sampai dadaku sesak. Sampai mataku bengkak. Sampai aku tertidur.
Tuhan, tolong aku.
Tapi aku malu. Kapan aku bisa menjadi orang-orang itu, yang jauh lebih menderita dariku tetapi bisa tetap menjadi besar hati. Menerima semua celaan dan hinaan dengan senyuman, tanpa menyimpan dendam dan amarah. Kapan aku bisa seperti itu? Yang justru mendoakan orang-orang yang mencelaku.
"Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia". Firman-Mu yang senantiasa meneguhkan aku. Tapi aku tetap belum mampu menjadi orang yang penuh sukacita, Tuhan.
Apakah bumi ini begitu penuh dengan orang-orang jahat itu? Orang-orang munafik? Hingga rasanya aku tak mampu lagi menemukan orang-orang berhati baik yang aku ingat sekali sering kutemui saat aku masih lebih muda. Kemana perginya orang-orang itu?
Ataukah aku yang telah berubah menjadi terlalu jahat sehingga ini semua adalah harga yang harus aku bayar?
0 comments